AKHLAK RASULULLAH TERHADAP ANAK YATIM





AKHLAK RASULULLAH TERHADAP ANAK YATIM
Fajar 1 Syawal menyingsing, menandai berakhirnya bulan penuh kemuliaan. Senyum kemenangan terukir di wajah-wajah perindu Ramadhan, sambil berharap kembali meniti Ramadhan di tahun depan. Satu persatu kaki-kaki melangkah menuju tanah lapang, menyeru nama Allah lewat takbir, hingga langit pun bersaksi, di hari itu segenap mata tak kuasa membendung airmata keharuan saat berlebaran. Sementara itu, langkah sepasang kaki terhenti oleh sesegukan gadis kecil di tepi jalan.
“Gerangan apakah yang membuat engkau menangis anakku?” lembut menyapa suara itu menahan beberapa detik segukan sang gadis.
Tak menoleh gadis kecil itu ke arah suara yang menyapanya, matanya masih menerawang tak menentu seperti mencari sesosok yang amat ia rindui kehadirannya di hari bahagia itu. Ternyata, ia menangis lantaran tak memiliki baju yang bagus untuk merayakan hari kemenangan.
“Ayahku mati syahid dalam sebuah peperangan bersama Rasulullah,” tutur gadis kecil itu menjawab tanya lelaki di hadapannya tentang Ayahnya.
Seketika, lelaki itu mendekap gadis kecil itu. “Maukah engkau, seandainya Aisyah menjadi ibumu, Muhammad Ayahmu, Fatimah bibimu, Ali sebagai pamanmu, dan Hasan serta Husain menjadi saudaramu?” Sadarlah gadis itu bahwa lelaki yang sejak tadi berdiri di hadapannya tak lain Muhammad Rasulullah SAW, Nabi anak yatim yang senantiasa memuliakan anak yatim. Siapakah yang tak ingin berayahkan lelaki paling mulia, dan beribu seorang Ummul Mukminin?
Begitulah lelaki agung itu membuat seorang gadis kecil yang bersedih di hari raya kembali tersenyum. Barangkali, itu senyum terindah yang pernah tercipta dari seorang anak yatim, yang diukir oleh Nabi anak yatim. Rasulullah membawa serta gadis itu ke rumahnya untuk diberikan pakaian bagus, terbasuhlah sudah airmata. Lelaki agung itu, shalawat dan salam baginya.
Sumamah adalah tokoh Hunaifiyah yang banyak membunuh para pemeluk agama Islam. Namun pada akhirnya, ia tertangkap dan menjadi tawanan pihak muslim. Tawanan itu pun diajukan ke hadapan Rasulullah. Segera setelah melihat Sumamah, beliau memerintahkan para sahabat di sekelilingnya agar memperlakukannya dengan baik. Sumamah sangat rakus bila makan, bahkan bisa melahap jatah makanan sepuluh orang sekaligus tanpa merasa bersalah.
Setiap kali bertemu Nabi ia selalu mengatakan, “Muhammad! Aku telah membunuh orang-orangmu. Jika kamu ingin membalas dendam, bunuh saja aku! Namun jika kamu menginginkan tebusan, aku siap membayar sebanyak yang kamu inginkan.”
Rasulullah hanya mendengarkan ucapannya dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Beberapa hari kemudian Rasulullah membebaskan Sumamah pergi. Setelah melangkah beberapa jauh, Sumamah berhenti di bawah sebuah pohon. Ia selalu berpikir, berpikir, dan berpikir. Kemudian ia duduk di atas pasir dan masih tetap tidak habis pikir. Setelah beberapa lama ia bangkit, lalu mandi, dan mengambil air wudlu, kemudian kembali menuju rumah Rasulullah. Dalam perjalanan menuju rumah Rasulullah ia menyatakan masuk Islam.
Sumamah menghabiskan beberapa hari bersama Rasulullah dan kemudian pergi ke Mekah untuk mengunjungi Ka’bah. Sesampainya di sana, Sumamah menyatakan dengan suara lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Saat itu Mekah masih berada di bawah kekuasaan Quraisy. Orang-orang menghampirinya dan mengepung. Pedang sudah terayun-ayun mengintai kepala dan lehernya. Salah seorang dari kerumunan itu berkata, “Jangan bunuh dia! Jangan bunuh dia! Dia adalah penduduk Imamah. Tanpa suplai makanan dari Imamah kita tidak akan hidup.”
Sumamah menimpali, “Tetapi itu saja tidak cukup! Kalian telah sering menyiksa Muhammad. Pergilah kalian menemuinya dan minta maaflah pada beliau dan berdamailah dengannya! Kalau tidak, maka aku tidak akan mengizinkan satu biji gandum pun dari Imamah masuk ke Mekah.”
Sumamah kembali ke kampung halamannya dan ia benar-benar menghentikan suplai gandum ke Mekah. Bahaya kelaparan mengancam peduduk Mekah. Para penduduk Mekah mengajukan permohonan kepada Rasulullah, “Wahai Muhammad! Engkau memerintahkan agar berbuat baik kepada kerabat dan tetangga. Kami adalah kerabat saudaramu, akankah engkau membiarkan kami mati kelaparan dengan cara seperti ini?”
Seketika itu pula Rasulullah menulis surat kepada Sumamah, memintanya untuk mencabut larangan suplai gandum ke Mekah. Sumamah dengan rela hati mematuhi perintah tersebut. Penduduk Mekah pun selamat dari bahaya kelaparan. Seperti yang sudah-sudah, setelah mereka kembali menerima suplai gandum, mereka mulai mempersiapkan rencana busuk untuk menyingkirkan Rasulullah.
***
Mengapa Sumamah masuk Islam? Sumamah masuk Islam karena ia mendapat perlakuan baik dari Rasulullah dan para sahabat. Padahal, saat itu Rasulullah punya kuasa untuk menghabisi nyawa Sumamah, baik dengan tangannya sendiri maupun melalui para sahabat. Kalaupun Sumamah dibunuh, wajar karena ia telah membunuh banyak orang dari kaum Muslim.
Namun, mengapa Rasulullah tidak berbalas dendam kepada Sumamah atas banyaknya korban nyawa kaum Muslim? Di sinilah letak keluhuran budi Rasulullah. Untuk “menjinakkan hati” seseorang, Rasulullah tidak dendam dengan melakukan tindak kekerasan yang sama—seperti yang pernah dilakukan oleh Sumamah terhadap kaum Muslim. Rasulullah justru menunjukkan sikap baiknya dengan memberi makan—seperti yang disukai Sumamah. Karena telah menaruh simpati yang dalam terhadap Rasulullah, ia masuk Islam dan ia memenuhi permintaan Rasululah Saw untuk mencabut larangan suplai gandum bagi penduduk Mekah.
Keluhuran budi Rasulullah Saw. tak diragukan lagi, baik terhadap kawan maupun lawan. Beliau adalah sosok ideal yang layak kita tiru, tidak terkecuali dalam dakwah. Dengan sikap lembutnya, beliau mampu menyuguhkan dakwah memikat. Sejarah telah membuktikan kepada kita betapa Rasulullah Saw selalu berhasil menaklukkan lawan bicara dan akhirnya mereka tertarik serta masuk Islam dengan penuh kesadaran. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad Saw. dapat kita rasakan hingga hari ini di mana Islam mampu menembus pelosok dunia yang semakin mengglobal.
Di antara akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT, ‘Aisyah menceritakan: Suatu ketika ditengah malam ‘Aisyah merasa kehilangan Rasulullah ditempat tidurnya, setelah diraba-raba, tidak ditemukan, ternyata dijumpainya beliau sedang shalat. Usai shalat, ‘Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah Anda adalah orang yang sudah dijamin oleh Allah dengan surgaNya, Anda juga ma’shum (terjaga dari dosa), diampuni oleh Allah, namun kenapa anda terus melakukan shalat sampai nyaris, kaki anda bengkak? Beliau menjawab: afala uhibba, an akuuna ‘abadan syakuuraa (apakah aku tidak senang, kalau aku berpredikat sebagai hamba Allah yang pandai bersyukur?).
Jadi, cara bersyukur Rasulullah adalah dengan mengabdi dan beribadah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya. Lalu bagaimana dengan kita, yang dosanya senantiasa bertambah, sementara jaminan surga juga tidak ada?
Ibnu Umar juga pernah menanyakan kepada ‘Aisyah: “Ya ‘Aisyah! beritahukan kepadaku hal-hal yang menakjubkan pada diri Rasullulah SAW yang pernah engkau saksikan”. ‘Aisyah sambil menangis menjawab:Kullu amrihi kaana ‘ajaban” (semua urusan Rasulullah, semua hal ikhwal beliau sangat mengagumkan). Suatu malam aku mendatangi beliau karena memang malam itu giliranku. Aku menjumpai beliau, kulitku besentuhan dengan kulit beliau, kemudian beliau bekata: “Dzarinii ata’abbadu lirobbi ‘azza wajalla” (biarkan aku beribadah kepada Tuhanku yang Maha perkasa. ‘Aisyah pun berkata: walloohi inii uhibbu an ta’budalloh (sungguh demi Allah aku senang melihat engkau mendekatkan diri kepada Allah untuk beribadah).
Selanjutnya diceritakan, Rasulullah pun kemudian turun mengambil air wudlu, mempergunakan air secukupnya. Menjelang subuh dia bangkit untuk menunaikan shalat qoblal fajar, beliau menangis sehingga dagunya basah, ketika sujud beliaupun menangis sehingga tempat sujudnya basah.
Lalu beliau berbaring menunggu waktu subuh, beliau tetap menangis, sampai bilal, sang muadzin datang memberitahukan bahwa waktu subuh telah datang. Kemudian bilal melihat wajah Rasulullah bengkak, sembab.
Dan bilal pun bertanya:  wahai baginda Rasul, mengapa anda menangis? Bukankah Allah telah mengampuni segala dosa anda yang dahulu maupun yang akan datang. Beliau menjawab: “Wahai Bilal, celakalah, mengapa aku tidak menangis, padahal malam ini, Allah telah menurunkan kepadaku firmanNya (surat Ali-Imran ayat: 190) “Sungguh dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. Kemudian Rasulullah bersabda: “sungguh celaka orang yang membacanya tanpa memikirkan maknanya). Demikian secuil dari akhlak Rasulullah terhadap Allah SWT.
Pada satu hari, hadir di dalam satu majlis makan seorang fakir yang hitam legam kulitnya. Berkudis badannya. Para sahabat nampaknya kurang senang dan bimbang kalau-kalau si fakir ini duduk bersebelahan dengan mereka.
Tetapi apa reaksi Rasulullah s.a.w? Baginda bangun dan pegang tangan si fakir, dipimpin dan dibawa masuk ke dalam majlis dan dibawanya duduk betul-betul bersebelahan dengan baginda. Maka makanlah baginda dengan si fakir itu bersama-sama. Begitulah rendah diri dan tawadhuknya baginda terhadap manusia. Walhal nama baginda diletakkan di sisi nama Allah, selaku manusia yang paling dikasihi oleh Allah.
Hingga kini nama itu masih disebut dan dilaungkan di seluruh dunia setiap masa dan ketika. Namun begitu hatinya tetap merasakan dirinya hamba allah yang hina. Tidak sedikit pun rasa sombong, angkuh dan takabbur. Sebab itu baginda boleh memegang tangan si fakir yang kotor dan busuk itu untuk duduk bersebelahan dengan baginda. Itulah akhlak yang menjadi contoh dan tauladan kita.
Rasulullah s.a.w pernah dicaci maki, dihalau dan dilontar dengan batu hingga mengalir darah meleleh hingga ke kakinya oleh kaum Thaqif di Taif. Mereka itu marah dengan Rasulullah karena baginda mengajak mereka kepada agama Islam.
Maka berlarilah Rasulullah s.a.w berlindung di sebalik bukit menyembunyikan diri. Kemudian turunlah malaikat berkata kepada baginda : “Wahai kekasih Allah, katakan apa saja untuk kami lakukan terhadap kaum ini?. Maka Jawab baginda dengan jawaban yang tidak pernah diduga oleh siapapun. Kata-kata yang lahir daripada jiwa yang benar-benar mulia lagi suci murni. Inilah akhlak baginda yang mesti menjadi panutan kita.
Baginda memaafkan kesalahan orang yang menzalimi baginda dengan katanya : “Wahai Tuhan! Berilah petunjuk kepada kaumku karena mereka tidak mengetahui.” Begitulah baiknya Rasulullah s.a.w. Orang yang menyakitinya pun di doakannya. 

Comments

Popular posts from this blog

MAKALAH Sejarah Singkat Berdirinya Bengkel

DRAMA SINGKAT 5 ORANG (Menghindari Gibah (Gosip))

ANALISA PELUANG USAHA PERANGKAT KERAS