MAKALAH FILSAFAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jikalau seseorang membaca suatu buku
filsafat ilmu pengetahuan, maka substansi yang ingin dipahami adalah apa
pengertian ilmu pengetahuan, atau secara sederhana apa yang dimaksud dengan
hakikat ilmu pengetahuan. Filsafat merupakan suatu hal yang penting dalam
kehidupan manusia, tanpa kita sadari telah melakukan proses berfikir dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi manusia itu sendiri, karena manusia
selalu ingin tahu dan mencari jawaban atas masalahnya. Filsafat itu sendiri
adalah sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang Tuhan, alam dan manusia.
Descartes (1590 –1650). Pentingnya filsafat dalam kehidupan manusia
bertujuan untuk mengembalikan nilai luhur suatu ilmu agar tidak menjadi
boomerang bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Kajian filsafat terdiri dari
Ontologi, Epistemilogy, dan Aksiology; Ontology merupakan salah satu dari obyek
garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat
realitas yang ada (Being), baik berupa wujud fisik (al-Thobi’ah) maupun
metafisik (ma ba’da al-Thobi’ah) selain itu Ontology merupakan hakikat ilmu itu
sendiri dan apa hakikat kebenaran serta kenyataan yang inheren dengan
pengetahuan ilmiah tidak terlepas dari persepektif filsafat tentang apa dan
bagaimana yang ada.
Epistemology merupakan cabang dari
filsafat yang mengkaji dan membahas tentang batasan, dasar dan pondasi, alat,
tolok ukur, keabsahan, validitas, dan kebenaran ilmu, makrifat, dan pengetahuan
manusia dan epistemology juga mencakup satu bidang saja yang disebut
epistemologi, yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat, dan ini
berlaku bagi setiap cabang filsafat.
Sedangkan aksiologi hanya mencakup
satu cabang filsafat yaitu aksiologi, yang membicarakan guna pengetahuan
filsafat, dan ini berlaku bagi semua cabang filsafat. Pembahasan yang akan
dikaji dalam makalah ini adalah ontology yaitu salah satu factor penting dalam
filsafat.
B. Perumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan ontology ?
2. Apa
yang dimaksud dengan ontology ( Eksternal World dan Internal World ) ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ontology
Ontology dalam bahasa inggris
‘ontology’, berakar dari bahasa yunani ‘on’ berarti ada dan ‘ontos’ berarti
keberadaan. Sedangka ‘logos’ berarti pemikiran (dikutip oleh Suparlan suhartono
: Lorens Bagus 2000). Permasalahan utama dalam ontology ilmu adalah apa
bangunan dasar (fundamental structure) sehingga sesuatu itu disebut ilmu
atau kapan sesuatu itu disebut ilmiah.( Muslih Muhamad:36:2004 ) Jadi ontology
adalah pemikiran tentang yang ada dan keberadaannya. Objek telaah ontologi
studi tentang yang ada, Pada dataran studi filsafat pada umumnya di lakukan
oleh filsafat metafhisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita
membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas tentang yang
ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan atau dalam rumusan Lorens
Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.
B.
Karekteristik Ontology
Beberapa karekteristik ontolgi
antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut ( Suparlan: 128: 2004 ):
a. Ontology
adalah studi tentang “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang
ada dalam dirinya sendiri menurut bentuknya yang paling abstrak.
b. Ontology
adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti
seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: atau menjadi,
aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi,
kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan dan sebagainya.
c. Ontology adalah cabang filsafat yang
mencoba melukiskan hakekat terakhir yang ada, yaitu yang satu, yaitu absolute,
bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang bergantung
kepadaNya.
d. Cabang
filsafat yang mempelajari suatu realitas apakah nyata atau semu, dan
sebagainya.
C. Teori Ontology
Terdaapat 3 teori mengenai ontology
yang paling terkenal, yaitu ( Sutriono:62:2007 ):
a. Idealisme
Teori ini mengajarkan bahwa ada yang
sesungguhnya berada di Dunia ide. Segala sesuatu yang tampak dan terwujud nyata
dalam indrawi hanya merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya,
yang berada di Dunia ide.
b. Materialisme
Materialisme menolak hal-hal yang
tidak kelihatan. Baginya yang ada sesungguhnya adalah keberadaan yang
semata-mata bersifat material atau sama sekali tergantung pada material. Jadi
realitas yang sesunguhnya adalah lambang kebendaan dan segala sesuatu yang
mengatasi alam kebendaan. Oleh sebab itu seluruh realitas hanya mungkin
dijelaskan secara materialistis.
c. Dualisme
Dualisme mengakui bahwa realitas
terdiri dari materi atau yang ada secara fisik dan mental atau yang beradanya
tidak kelihatan secara fisik
Ontology : Realitas Eksternal World dan Internal World
Setiap manusia memang dapat berpikir tentang objek di luar
dirinya (eksternal world). Karena sudah memiliki referensi terhadap objek-objek
tersebut. Namun, bila diandaikan bahwa kita tidak lain hanya seonggok otak
dalam vas, dapatkah kita berpikir bahwa kita adalah subjek otak dalam vas?
Dapatkah kita berfikir tentang objek-objek di luar diri kita? Sekaligus
dipengaruhi oleh dunia luar? Pertanyaan serupa ini merupakan permasalahan
klasik kaum skeptis yang tidak mengakui adanya eksternal world karena menurut
mereka manusia benar-benar dipengaruhi oleh pikirannya. Skeptisisme Descartes
terhadap dunia luar berangkat dari anggapannya bahwa indera manusia selalu
menipu, karena itu semua hal diragukan kecuali satu hal yaitu pikirannya
sendiri yang sedang meragukan.
Descartes meragukan dunia luar dan penginderaan, menganggap
bahwa selalu sudah ada ide-ide bawaan sebagai sesuatu yang mendahului
pengalaman konkret. Tanpa adanya kesadaran, (jiwa atau mind), manusia tidak
lain hanya sebuah mesin otomatis yang digerakkan oleh demon.
Dunia eksternal seakan-akan memberikan pengetahuan kepada
manusia melalui bahasa, budaya, dan sosialisasi. Dimana bahasa tersebut
kemudian mampu mengendap dalam mind dan membentuk mental image di dalam pikiran
manusia. Pikiran manusia, yang telah terisi oleh berbagai referensi sebelumnya,
selalu mampu menghubungkan satu hal dengan hal lainnya. Walaupun pada dasarnya,
objek di luar dirinya tersebut tidak memiliki arti apapun, bahkan tidak pernah
dikenal sebelumnya, pikiran manusia selalu akan menghubungkan dengan apa yang
telah ia ketahui, ada mental representasion.
Manusia, sebagai makhluk yang berkesadaran selalu mampu
memaknai benda-benda di luar dirinya. Seakan ada keterpisahan antara mind dan
realita, sehingga manusia dapat memaknai realita. Setiap realitas dapat
dibingkai dan dikategorisasikan dengan perspektif tertentu. Dimana yang
mengkategorikan tersebut adalah manusia. Tanpa ada manusia, realita yang
terdiri dari kata dan gambar tidak dapat termaknai. Namun pemaknaan manusia
terhadap realita juga datang dari pengetahuan yang didapat melalui pengalaman.
Secara tidak langsung, pikiran manusia juga dipengaruhi oleh dunia luar. Ada
proses yang terus berlanjut.
Selalu ada pengalaman-pengalaman yang didapat yang kemudian
membentuk mental image di dalam pikiran. Sehingga ketika mengalami pengalaman
yang serupa, sudah ada intensi antara pikiran dengan objek yang dituju
(realita). Oleh karena itulah manusia dapat memaknai realita. Karena itu, ada
semacam intensi antara kata, gambar (sebagai sistem representasi) dengan
pikiran manusia.
Sebagai perbandingan, bayangkan ada sebuah planet yang mirip
dengan bumi, dimana semua makhluk, tumbuhan, dan semuanya sangat identik dengan
bumi. Hanya saja, zat kimia airnya berbeda, kalau di bumi H2O, maka disana XYZ.
Ketika, makhluk bumi pergi ke sana dan mengatakan “saya mau air”. Maka air yang
dirujuknya ialah H2O. Namun ternyata, air yang diberikan kepadanya ialah air
dengan zat kimia XYZ. Demikian pula ketika kembaran manusia tersebut datang ke
bumi. Dia ingin air, maka air yang dimaksudkan ialah XYZ.
Dari contoh di atas, tampak bahwa nyatanya bahasa yang kita
ucapkan tidak selalu langsung merujuk pada apa yang kita pikirkan. Seperti
terdapat perbedaan antara apa yang kita bahasakan dengan apa yang dimaksud
dalam pikiran kita. Inilah yang membuat terkadang orang meragukan bahwa bahasa
tidak selalu mengintensikan pikiran dengan objek yang dimaksud. Keduanya
sama-sama menyebutkan air, tetapi air yang dimaksud ternyata berbeda. Putnam
tampaknya tidak ingin memihak di antara salah satu dari kedua keadaan tersebut.
Namun, tetap saja putnam ada pada posisinya yang menolak hubungan antara
representasi dengan refrensinya. Kata yang kita ucapkan bisa saja sama, tetapi
terdapat perbedaan misalnya ketika saya mengatakan kata yang saya ketahui
dengan yang tidak saya ketahui. Kata yang diucapkan juga tidak selalu
merepresentasikan makna apapun. Atau bisa pula kata yang tidak secara langsung
merujuk pada apapun, secara tidak sadar ucapan itu merujuk pada objek tertentu
( language exit ).
Kata yang diucapkan, tidak selalu refer pada makna tertentu (eksternal
world). Tetapi pikiran manusia dengan mental imagenya seakan mampu
mengaitkan kata (gambar) tertentu dengan makna tertentu. Namun tidak selalu
demikian, karena pengaitan mind dengan suatu kata tertentu berasal dari mental
image meskipun ia belum mengenal sebelumnya tetapi secara magical thinking
mental imagenya mengarah pada yang mirip. (seperti kata air, mentala image kita
langsung merujuk pada H2O, padahal yang dimaksud oleh manusia kembaran kita
adalah XYZ.) Karena kata tidak selalu ada dalam mental representation.
(merepresentasikan referensinya). Inilah penolakan Putnam terhadap magical
thinking, karena mental image kita secara langsung akan merujuk cat yang tumpah
dan membentuk gambar yang mirip pohon dengan pohon yang sebenarnya. Padahal pohon
yang berasal dari tumpahan cat tersebut tidak merepresentasikan apapun. Jadi,
tidak ada hubungan yang kausal antara sistem representasi dengan apa yang
dirujuknya.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Ontology adalah pemikiran tentang
yang ada dan keberadaannya. Objek telaah ontology adalah studi tentang yang
ada. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu
perwujudan tertentu.
2.
Hakekat asal ilmu (ontology) berasal
dari internal world dan eksternal world. Internal world itu sendiri ilmu yang
bersifat alamiah, bawaan dari manusia itu sendiri. Sedangkan eksternal world
ilmu yang berasal dari pengalaman empiric yakni berupa realita yang berada
diluar diri manusia (Bahasa, Sosial, dan Budaya ).
Comments