PENDIDIKAN PUASA DALAM KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
Puasa Ramadhan
adalah bagian penting dalam membentuk keluarga sakinah. Puasa Ramadhan mampu
melibatkan seluruh unsur anggota keluarga untuk saling berbagi di tengah
dinamika kehidupan dan aktivitas yang semakin padat. Berbuka puasa dan sahur
bersama adalah salah satu cara untuk merekatkan keakraban antar anggota
keluarga. Bagi wanita karier, puasa Ramadhan mampu mengobati kegersangan hati
yang menderanya.
“Berhari-hari bahkan berbulan-bulan
jarang sekali menemukan pertalian keakraban di meja makan. Dengan puasa,
kebuntuan akan mencair. Puasa Ramadhan mampu membentuk keluarga sakinah. Menurutnya,
Perempuan tidak bisa terlepas dari kodratnya melayani’ keluarga. Mempersiapkan
hidangan saat berbuka dan saur adalah sesuatu yang membahagiakan bagi perempuan
di bulan Ramadhan. Terutama, karena hal ini dapat menjadi benang rajutan kasih
sayang antar keluarga.
“Anak-anak dan
suami akan memahami peran ibu dalam rumah tangga, sehingga akan timbul saling
kasih mengkasihi. Nasehat kepada anak-anak lebih dapat masuk ke hati ketika
berada di meja makan,” tutur Chulasoh, yang juga Kepala Seksi Madrasah dan
Pendidikan Agama (Mapenda) Kantor Depag Brebes ini.
Lebih
lanjut, Chulasoh menuturkan, rasa lelah di rumah dan menumpuknya pekerjaan di
kantor atau di pasar yang dilakoni seorang ibu dalam bulan puasa merupakan
bumbu-bumbu penyedap keharmonisan keluarga. (was).
BAB II
PENDIDIKAN PUASA DALAM
KELUARGA
A. Pengertian Puasa
Kata shiyam atau shaum berasal dari akar
kata yang sama, yaitu sha-wa-ma yang dari segi bahasa maknanya “menahan”
dan “berhenti” atau “tidak bergerak” . Menurut istilah, berarti menahan diri
dari segala yang membatalkan puasa pada waktu tertentu dimulai dari terbit
fajar sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat tertentu. Ayat-ayat Al
Quran tentang puasa Ramadhan, terdapat dalam surah Al-Baqarah (2) : 183, 184,
185, dan 187. Ini berarti bahwa puasa Ramadhan baru diwajibkan setelah Nabi
Saw. tiba di Madinah, karena surah Al-Baqarah ini diturunkan di Madinah.
Kewajiban melaksanakan puasa Ramadhan ini ditetapkan Allah pada 10 Sya’ban
tahun kedua Hijrah. Tapi sebelum ayat ini turun tidak berarti bahwa mereka
tidak pernah berpuasa. Ketika baru tiba di Madinah, Rasulullah memerintahkan
kaum Muslimin untuk berpuasa 3 hari dalam sebulan. Di samping mereka
melaksanakan puasa Asyura (10 Muharram) sebagaimana yang dialukan oleh
orang-orang Yahudi di Madinah ketika itu. Setelah turunnya kewajiban berpuasa
Ramadhan, maka yang diwajibkan atas orang-orang beriman hanyalah puasa Ramadhan,
sedangkan puasa-puasa yang lain yang sebelumnya dilaksanakan oleh kaum Muslimin
menjadi puasa sunat.
B. Tujuan Puasa
Tujuan puasa secara jelas dinyatakan dalam Al Quran
adalah untuk mencapai ketakwaan ( la’allakum tattaqun ). Ini berarti bahwa menahan diri dari lapar dan
dahaga bukan tujuan utama dari puasa. Takwa bermakna menjaga diri dari
siksa Allah. Menghindari siksa atau hukuman Allah, dilakukan dengan jalan
menghindarkan diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang
diperintahkan-Nya.Dengan demikian yang bertakwa adalah orang yang merasakan
kehadiran Allah Swt. setiap saat, “ bagaikan melihat-Nya atau kalau yang
demikian tidak mampu dicapainya, maka paling tidak, menyadarai bahwa Allah
melihatnya”. Esensi puasa adalah menahan atau mengendalikan diri.
Pengendalian ini diperlukan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok.
Latihan dan pengendalian diri itulah esensi puasa. Puasa dengan demikian
dibutuhkan oleh semua manusia, kaya atau miskin, pandai atau bodoh, untuk
kepentingan pribadi atau masyarakat. Tidak heran jika puasa telah dikenal oleh
umat-umat sebelum umat Islam, sebagaimana diinformasikan oleh Al Quran. Allah
menggunakan bentuk kalimat pasif dalam menetapkan kewajiban puasa, Kutiba
‘alaikumush shiyama ( diwajibkan atas kamu berpuasa ), tidak menyebut siapa
yang mewajibkannya. Tapi sebenarnya di sini cukup jelas bahwa yang
mewajibkannya adalah Allah Swt. Walaupun demikian hal ini mengisyaratkan bahwa
seandainya pun bukan Allah yang merwajibkan puasa, maka manusia yang menyadari
manfaat puasa, akan mewajibkannya atas dirinya sendiri. Terbukti motivasi
berpuasa ( tidak makan atau mengendalikan diri ) yang selama ini dilakukan
manusia, bukan semata-mata atas dorongan ajaran agama. Misalnya demi kesehatan,
atau kecantikan tubuh, dan bukanlah pula kepentingan pengendalian diri disadari
oleh setiap makhluk yang berakal.
C. Hikmah
Puasa
Banyak
hikmah yang dapat diperoleh dari berpuasa. Ada hikmah yang berdampak secara
individual dan ada hikmah yang berdampak secara sosiologis.
Dampak secara individual adalah :
Dampak secara individual adalah :
1. Untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah
dan Rasul-Nya.
2. Untuk
meningkatkan ketakwaan.
3. Untuk meningkatkan kesabaran.
4. Untuk mengendalikan hawa nafsu.
5. Untuk menumbuhkan sifat amanah dan
keikhlasan beramal.
6. Untuk mendidik jiwa, menyucikan hati dan
menyembuhkan penyakit hati.
7. Untuk mendapatkan pengampunan.
Dampak
secara sosiologis adalah:
1. Untuk meningkatkan pengawasan nurani
terhadap segala tindakannya.
2. Untuk menumbuhkan solidaritas kemanusiaan.
2. Untuk menumbuhkan solidaritas kemanusiaan.
3. Untuk membiasakan diri berbuat baik kepada
orang lain.
4. Untuk menumbuhkan rasa kasih sayang,
kepedulian dan semangat berbagi dengan sesama.
5. Untuk mengikis kesombongan , iri hati dan
dengki.
6. Untuk membiasakan diri jauh dari perbuatan-perbuatan
maksiat.
D. Syarat
Wajib dan Rukun Puasa
Syarat
wajib Puasa : Islam; balig; berakal; mampu berpuasa; mengetahui wajibnya puasa;
sehat; muqim ( tidak musafir). Rukun puasa adalah : niat; menahan diri dari
segala yang membatalkan puasa; berpuasa pada waktunya (bulan Ramadhan).
E. Hal-hal
yang Perlu Diperhatikan dalam Berpuasa
1. Yang perlu dilakukan, adalah :
a. Berniat puasa pada malam harinya.
b.
Berimsak ( menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa ).
c.
Melakukan hal-hal yang disunatkan dalam berpuasa.
d.
Segera berbuka apabila sudah waktunya.
e.
Baca doa sebelum berbuka.
f.
Makan sahur.
g.
Yang berhadas besar disunatkan mandi sebelum Subuh.
h.
Memperbanyak sadaqah.
i.
Memberi makanan untuk berbuka.
j.
Memperbanyak membaca Al Quran dan berzikir.
k.
Melakukan qiyamullail ( tarawih ).
l.
Melakukan i’tikaf di masjid.
2. Yang perlu dihindari, adalah :
2. Yang perlu dihindari, adalah :
a. Menceritakan keaiban atau kejelekan
orang lain.
b.
Mencela, mengumpat, mencaci, memaki.
c.
Berbuat atau mengucapkan hal-hal yang dapat merugikan orang lain.
d.
Berbohong.
e.
Menjadi saksi palsu.
F. Hal-hal yang mewajibkan Berbuka
Hal-hal
yang mewajibkan seseorang berbuka puasa ( tidak berpuasa ) adalah : haid;
nifas. Mereka diwajibkan mengqada.
1. Hal-hal yang Membolehkan Berbuka
1. Safar ( bepergian ).
2. Sakit
3. Tidak mampu
4. Jihad ( dalam arti berperang untuk
menegakkan agama ).
5. Hamil
6. Menyusui.
2. Hal-hal yang Menggugurkan Kewajiban Puasa
1. Lanjut usia.
2. Sakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Tidak mampu berpuasa karena
pekerjaan yang sangat berat.
4. Orang gila.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa puasa wajib dikerjakan bagi setiap
muslim. Jika puasa wajib tidak dilaksnakan maka kita akan berdosa, tapi buat
wanita yang sedang menstruasi dilarang mengerjakan puasa dan sholat.
Puasa
adalah perintah Allah yang dituliskan dalam Al-Qur’an bahwa setiap muslim
diwajibkan mengerjakan puasa wajib.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. 1997. Wawasan Al-Quran : Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung : Penerbit Mizan
Raya, Ahmad Thib dan Mulia, Siti Musdah. 2003.
Menyelami Seluk-Beluk Ibadah dalam Islam. Bogor : Kencana
http://software-comput.blogspot.com
Comments