PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP PERKEMBANGAN NILAI MORAL
PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI TERHADAP
PERKEMBANGAN NILAI MORAL
Pada akhir abad ke-20, alat-alat
komunikasi yang potensial telah diperkenalkan ke dalam ritualit kehidupan
keluarga. Pertama kali telepon, lalu disusul dengan radio dan setelah Perang
Dunia II datanglah televisi. Mereka yang menangani pemrograman mulai
mengembangkan sesuatu yang dianggapnya dapat menarik dan menyenangkan
anak-anak.
Jika nilai memang mewakili cara pandang
kehidupan, atau memberi arahan kehidupan, serta membuat perubahan dalam hidup,
setiap orang tentu berharap pentingnya memerhatikan perkembangan nilai
anak-anak, oleh karena itu dalam media komunikasi mutakhir tentu akan
mengembangkan suatu pandangan hidup yang terfokus sehingga memberikan
stabilitas nilai pada anak. Namun media-media tersebut justru menyuguhkan
berbagai pandangan hidup yang sangat variatif pada anak. Hasilnya sangat
dramatis, baik dari radio, film, televisi, VCD, majalah, anak-anak jadi
terbiasa, bahkan banyak di antara pandangan dan nilai kehidupan tersebut dalam
kehidupan keluarga tidak akan mereka temui. Sekarang persoalan pornografi,
seksualitas, dan kekerasan disuguhkan secara terbuka. Bahkan adegan-adegan yang
benar-benar dipandangi immoral dilakukan oleh orang-orang yang tampaknya
berpendidikan tinggi, sementara semua orang menonton, menyimak, dan
mencernanya. Sudah tentu anak akan memungut sejumlah gagasan atau nilai dari
semua ini baik nilai-nilai positif dan termasuk pengaruh negatifnya.
Ada
kecenderungan lain, bila anak dihadapkan pada berbagai kemungkinan, maka dia
akan kehilangan gagasan akhirnya dia akan kebingungan. Sangat mungkin bahwa
kontribusi terbesar media-media tadi akan membiaskan pemahaman yang tengah
tumbuh pada anak-anak seputar mana yang betul dan mana yang salah, mana yang
benar dan mana yang palsu, mana yang bagus dan mana yang jelek, mana yang adil
dan mana yang timpang, mana yang bermoral dan tidak bermoral.
Sekarang pun muncul alat-alat cetak
terbaru dengan komputerisasi yang relatif lebih ekonomis. Buku komik muncul dan
penerbit melihat peluang besar dalam segmen pasar anak. Buku-buku ini menjadi
penyampai cerita kriminal, horor, dan semua bentuk kejanggalan kehidupan. Pada
saat yang bertepatan, surat
kabar dan majalah pun berubah drastis, isinya lebih banyak menampilkan cerita
kriminal, seks, dan korupsi. Gambar yang tidak senonoh pun dicetak, bahkan
muncul layanan iklan yang mempromosikan layanan seksual, dan tentu mengundang
orang untuk mencoba melakukannya.
Dalam hal ini, tidak bermaksud menyatakan
bahwa alternatif-alternatif yang ditawarkan harus dihapuskan, atau menyebutkan
bahwa anak-anak tidak dapat mengambil pelajaran dari semua kejadian tersebut.
Tetapi kami ingin mengungkapkan bahwa jika hanya dengan dirinya sendiri, anak
tidak akan mampu mengambil manfaat besar dari jutaan pilihan yang tersedia.
Jika keluarga dapat membahasnya secara masuk akal dari setiap hal yang
disajikan, mungkin setiap anak akan dapat mengambil pelajaran tentang makna
dari pandangan-pandangan baru dalam kehidupan ini. Tetapi seperti yang telah
dikemukakan, dalam kondisi orang tua yang bekerja, mereka salah satu atau
kedua-duanya keluar seharian, dengan kondisi keluarga yang broken home,
kesempatan anak dan keluarga untuk berbagi pikir dan perasaan semakin
menyempit. Konsekuensinya akan muncul kebingungan dalam kehidupan anak untuk
menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang betul dan mana yang
salah, mana yang adil dan mana yang timpang. Tatkala anak dipenuhi oleh
kebingungan nilai, maka institusi pendidikan perlu mengupayakan jalan keluar bagi
peserta didiknya dengan pendekatan klarifikasi nilai.
Comments